THE CIPULARANG IMPACS
Oleh : Djoko Karyono, SE. Msi (Alumni FEUNS)
Cipularang adalah akronim dari Cikampek – Purwakarta – Padalarang, yaitu nama sebuah jalan tol yang menghubungkan Jalan Tol Cikampek dengan Jalan Tol Padalenyi (Padalarang – Cileunyi) di Bandung. Sebagaimana diketahui ruas Jalan Tol Cikampek merupakan gerbang memasuki Kota Jakarta dari arah timur, sedangkan ruas Jalan Tol Padaleunyi merupakan gerbang memasuki Kota Bandung dari arah barat (Jakarta). Panjang ruas jalan tol Cipularang kurang lebih 55 km, dimulai dari exit tol Cikampek di kilometer 65 kemudian memasuki Gerbang Tol Padalarang di kilometer 120. Karena keluarga saya tinggal di Bandung, maka sejak selesai dibangun pada pertengahan tahun 2005, hampir setiap bulan sekali saya menelusuri Jalan Tol Cipularang.
Secara konstruksi Jalan Tol Cipularang belum termasuk jalan tol yang aman dan nyaman untuk dilalui kendaraan bermotor. Ini terbukti sejak selesai dibangun sampai sekarang jalur ini terus menerus mengalami perbaikan. Bahkan dibeberapa titik pernah terjadi penurunan permukaan tanah yang mengakibatkan jalan tol tersebut amblas. Demikian pula perbaikan dalam sekala kecil seperti perbaikan permukaan jalan sampai perbaikan pagar pembatas seolah silih berganti dilakukan dengan tiada habis-habisnya.
Bagi yang belum hafal karakter jalan tol ini akan mengalami ketidak-nyamanan sewaktu mengendari mobilnya. Akan terasa sekali mobil bergetar karena permukaan jalan yang bergelombang dan setiap tikungan alur kemiringan jalan justru membuang berlawanan dengan arah belokan. Akibatnya stir mobil anda akan mebuang keluar berlawanan dengan alur belokan jalan. Belum lagi apabila kita melalui jalan tol ini pada malam hari. Jalur kearah Bandung dan jalur balik menuju Jakarta hanya dibatasi tembok tipis, akibatnya sorot lampu mobil yang berasal dari arah berlawanan tepat menyilaukan mata kita.
Beruntung ada teman yang memberikan tips untuk menikmati berkendara di Jalan Tol Cipularang. Pertama, tekanan udara ban mobil harus dalam kondisi sedang tidak boleh terlalu keras agar mobil tidak mudah slip, karena kondisi permukaan jalan tol yang terbuat dari beton (cor semen) relatif licin apabila terkena air hujan. Kedua waktu memasuki tikungan usahakan posisi mobil ada diposisi luar (posisi jalur lambat). Kemudian pada awal tikungan arahkan mobil anda memotong marka jalan di lajur tengah menuju posisi lajur dalam. Kalau anda penggila balapan mobil formula 1, bisa mencotoh kebiasaan Fernando Alonso waktu menutup jalan lawannya yang akan mendahului dari sisi dalam lajur jalan. Cara itulah yang perlu dilakukan untuk mengurangi efek buang akibat konstruksi jalan yang tidak sempurna.
Yang ketiga, harap diingat Jalan Tol Cipularang dari arah Jakarta menuju Bandung mempunyai banyak tanjakan. Untuk mobil dengan cc rendah harus sering over persnelling ke gigi rendah dan jangan sekali-kali berada di lajur dalam karena anda akan disemprot mobil yang punya cc besar. Sedangkan mobil dengan cc besar (2000cc keatas) tidak akan mengalami kesulitan melalui tanjakan di jalan tol ini. Dengan mengingat ketiga hal tersebut, anda akan nyaman selama berkendara, bahkan mungkin anda akan ketagihan untuk selalu mengulangi menelusuri jalan tol Cipularang ini dengan perasaan senang dan santai.
Peruntungan Kota Bandung
Konon pembangunan jalan tol ini dilakukan dengan sangat tergesa-gesa untuk mengejar deadline penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 2005 yang puncak acaranya digelar di Bandung. Anehnya banyak tamu dari luar negeri yang akan menghadiri acara puncak konferensi itu akhirnya membatalkan rencana melalui jalan tol itu dan memilih melalui jalur penerbangan. Terlepas dari kontroversi tersebut, keberadaan jalan ini telah merubah sendi-sendi kehidupan di kota Bandung. Bandung yang dahulu dikenal sebagai kota kembang itu telah banyak berubah. Mulai hari jum’at sampai dengan hari minggu warga Jakarta tumpah ruah menyerbu kota Bandung untuk berlibur bersama keluarga. Tentu saja kehadiran warga Jakarta ini menjadi berkah bagi warga Bandung.
Fenomena ini dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha hotel, restoran dan factory Outleet (FO) dan pengusaha jasa hiburan. Meskipun jumlah fasilitas penginapan berkembang pesat, namun bukan pekerjaan yang mudah untuk dapat menginap di hotel berbintang. Apabila anda merencanakan liburan akhir pekan dengan menginap dihotel berbintang, anda harus melakukan pemesanan dua minggu sebelum tanggal yang diinginkan untuk menginap. Demikian juga untuk menikmati makanan favourit anda di restoran ternama maka anda harus rela antri ular-ularan dengan calon pembeli lainnya. Bahkan untuk restoran khas sunda seperti Rumah Makan Laksana atau Rumah Makan Ampera, jangan harap anda dapat tempat parkir yang nyaman. Pada jam makan siang anda harus memarkir mobil anda paling tidak dua ratus meter dari pintu masuk rumah makan tersebut.
Setali tiga uang dengan kondisi FO, sepanjang akhir pekan FO diseluruh Bandung akan dipenuhi oleh pembeli yang kebanyakan menggunakan mobil berplat nomor B (mobil asal Jakarta). Anda juga harus sabar antri didepan kasir untuk membayar barang belanjaan anda. Ini tidak lepas dari banyaknya antrian para pembeli yang hendak membayar pakai mode yang tergolong murah tapi modis dan berkualitas itu.
Belum ada survey atau catatan berapa uang berputar setiap akhir pekan di kota Bandung, tetapi terbaca dari gejala merebakanya tiga jenis usaha yang memenuhi seluruh pelosok kota Bandung. Hampir tidak ada rumah atau bangunan di pinggir jalan yang tidak digunakan untuk kegiatan bisnis. Bahkan secara kreatif rumah-rumah tua peninggalan jaman belanda yang banyak berdiri di Bandung dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk mendulang rupiah. Al hasil kota Bandung bak penari jaipong dengan dandanan menor dan bergincu tebal, berlenggang lenggok menggoda para pendatang berkantong tebal.
Bisnis disepanjang Jalan Tol
Sebelum beroperasinya Jalan Tol Cipularang, pilihan favorit bagi masyarakat Jakarta yang hendak menuju Bandung adalah melalui kawasan Puncak – Cianjur. Pilihan kedua adalah melalui jalan tol Cikampek, keluar di kawasan Gadok, kemudian melalui pinggiran kota Purwakarta menuju Bandung. Tetapi dengan selesainya Jalan Tol Cipularang, masyarakat banyak memilih melalui Jalur Tol Cikampek kemudian menyambung melalui Jalan Tol Cipularang.
Disamping kenyamanan selama melalui jalan bebas hambatan, hal lain yang berubah secara signifikan adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan Jakarta menuju Bandung. Waktu tempuh baik melalui kawasan Puncak maupun melalui Purwakarta sekitar 4 sampai 5 jam, tetapi apabila kemacetan terjadi bisa memakan waktu sampai 6. Bandingkan dengan waktu tempuh apabila melalui Jalan Tol Cipularang, anda hanya memerlukan waktu 2 jam saja. Fenomena ini ditangkap sebagai peluang binis yang menggiurkan oleh para juragan minyak premium dan terjadilah perubahan peta bisnis disepanjang jalan tol.
Sebelumnya untuk memberi kesempatan istirahat bagi para pengguna jalan tol, pihak PT. Jasa Marga hanya menyediakan rest area yang realtif sederhana di beberapa titik di pinggir jalan tol. Tetapi mulai awal tahun 2006, berdirilah tonggak bisnis baru, yaitu pendirian Stasiun Pengisisan Bensin Umum (SPBU) yang sekaligus menyediakan rest area dengan fasilitas yang lengkap dan modern. Usaha ini pertama didirikan di kilo 19 Jalan Tol Cikampek dari arah Jakarta. Kemudian diikuti dengan pendirian usaha sejenis dibeberapa tempat baik dari arah Jakarta menuju Cikampek maupun arah sebaliknya dari arah Cikampek meuju Jakarta. Saat ini tidak kurang dari 8 titik disepanjang jalan tol Cikampek telah berdiri rest area modern dan lengkap ini.
Sambil beristirahat anda bisa mengisi bensin maupun berbelanja berbagai keperluan. Di tempat itu tersedia rumah makan dengan berbagai jenis masakan dari yang tradisional sampai bertaraf internasional. Tersedia juga supermarket dan ke gerai FO. Singkat kata rest area di jalan tol tidak sekedar tempat untuk melepaskan kepenatan berkendara, tetapi telah menjadi gaya hidup dan bahkan tempat hangout untuk memanjakan selera makan dan berbelanja.
Kisah Sedih di Akhir Pekan.
Sejak Jalan Tol Cipularang beroperasi, saya tidak pernah lagi melewati kota Purwakarta maupun Cianjur. Seperti bulan-bulan sebelumnya, beberapa waktu yang lalu saya bersama keluarga pulang ke Bandung. Yang berbeda adalah kali ini saya memaksakan diri untuk melewati jalur Purwakarta. Dengan dalih ingin menikati Sate Maringgi yang sangat terkenal itu, maka saya bujuk istri dan anak saya untuk mau lewat Purwakarta. Padahal dibalik keinginan makan Sate Maringgi ada sejumlah persoalan yang bergelayut dibenak saya.
Sebulan yang lalu saya juga kebandung tetapi melewati kawasann Puncak dan Cianjur. Jalur Cianjur menuju Bandung yang dahulu sangat padat itu sekarang menjadi lengang. Mobil pribadi berplat nomor B 9mobil asal Jakarta) terlihat relatif jarang melewati jalur ini. Saya hanya menyaksikan truk-truk tua dengan muatan pasir dan kapur yang teseok-seok melewati jalur ini.
Dahulu restoran bertebaran disepanjang jalur ini, namun sekarang tinggal menyisakan satu dua warung makan yang kelihatan sudah hampir bangkrut. Di jalur ini pula berbagai jenis barang kerajinan berjejer-jejer dipajang disepanjang jalan, kini pemandangan itu hampir tidak terlihat. Kawasan Situ Ciburue yang menjadi tempat tujuan wisata keluarga yang ramai, kini sepi menyisakan lapak-lapak yang sudah lapuk dimakan usia.
Jalur Cianjur – Bandung kini tinggal menyisakan kemuraman, truk-truk dengan berbagai ukuran berderet-deret diparkir sembarangan, dan dibalik truk-truk kumuh itu berdiri warung remang-remang yang menebar aroma bau alkohol. Ini suatu bukti bahwa kemegahan jalan tol bukan tanpa menyisakan permasalahan kehidupan manusia. Berapa banyak usaha yang bangkrut dan tutup, berapa investasi yang tak kembali dan merugi. Bahkan pemerintah kota Cianjur mungkin kini gigit jari karena rupiah yang biasanya mengalir dari dompet orang Jakarta itu kini terhenti.
Gambaran kemuraman jalur Cianjur menuju ke Bandung itu lekat diingatan saya dan berkembang rasa was-was ketika saya memasuki kawasan Gadok di ujung Jalan Tol Cikampek. Akankah nasib yang dialami di jalur Cianjur – Bandung sama juga dialami oleh kawansan pinggiran kota Purwakarta ini. Diluar dugaan saya, ternyata dampak negatif dari peralihan jalur tol menuju Bandung ini lebih dasyat dibanding jalur Cianjur. Disepanjang jalur Gadok sampai dengan pintu tol Sadang, praktis hanya Warung Sate Maringgi yang masih berdiri dengan sisa-sisa kejayaannya. Jenis usaha lainnya tidak berdiri lagi bahkan tinggal menyisakan gubuk-gubuk reyot.
Sama hal di jalur Cianjur Bandung, jalur Purwakarta ini sekarang didominasi oleh truk-truk dengan berbagai jenis muatan. Meskipun Pemerintah Daerah Purwakarta berusaha merubah kawasan ini menjadi kawasan perumahan, tapi tentu sulit untuk berkembang. Orang mungkin tidak merasa nyaman tinggal dikawasan yang sehari-hari menjadi jalur truk-truk besar. Kalau rencana mendirikan pasar induk bisa terwujud mudah-mudahan itu sedikit memberikan solusi bagi warga setempat sebagai pengganti lahan kehidupan yang telah hilang. Suatu bukti lagi bahwa kenyamanan jalan tol dan kemegahan rest area di sepanjang jalan tol bukan tanpa menimbulkan kesulitan bagi warga masyarakat (Cipularang Impacs).
Jalan Tol Trans Jawa
Tersiar kabar dari mas media, bahwa pemerintah secara bertahap akan merealisir tersambungnya Jalan Tol trans Jawa. Dari Jalan Tol Cikampek akan bangun jalan tol yang menyambung dengan Jalan Tol Kanci di Cirebon. Pembangunan jalan tol akan diteruskan ke Pekalongan kemudian Semarang dan Solo.
Ruas Cikampek sampai dengan Cirebon, akan memberi dampak kehidupan masyarakat di kota Cikampek, Pamanukan (Subang), Indramayu dan Jatibarang. Apabila disepanjang jalan tol Cikampek – Cirebon itu juga akan didirikan rest area modern, maka dapat dipastikan banyak SPBU di ketiga kota itu akan gulung tikar. Belum lagi warung dan restoran serta hotel yang akan merana ditinggalkan pelanggannya.
Mungkin Cirebon akan tumbuh dan berkembang sebagaimana kota Bandung yang menjadi hingar bingar bergelimang rupiah. Tetapi pantas kita renungkan apa yang akan terjadi di kota-kota lain yang dipenggal akan jalan tol itu. Sangat mungkin nasibnya akan sama dengan jalur Cianjur – Bandung dan Purwakarta - Bandung, yang terlantar dan merana tak berdaya. Demikian juga nantinya apabila jalan tol sudah tersambung sampai di Solo. Kota-kota disepanjang dijalur pantura bahkan mungkin kota Semarang akan surut dan tinggal menyisakan lapak-lapak lapuk dan gubug remang-remang dengan truk-truk kumuh yang diparkir sembarangan.
Disinilah kita semua diuji untuk pandai-pandai meyiapkan diri. Bahwa roda pembangunan jalan tol akan berjalan terus dan kita – masyarakat dan pemerintah baik pusat maupun daerah – harus berpacu untuk merubah skema tata kota, yaitu menyusuaikan pusat kegiatan ekonomi dengan perkembangan jalur-jalur tol yang akan dibangun.
Terlebih lagi bagi kalangan pebisnis, waktu yang tersedia tidak cukup longgar untuk memetakan kembali arah investasi. Perlu pengambilan keputusan yang jitu untuk memulai investasi baru dan perlu keberanian untuk melakukan hal baru agar tidak terlambat berburu kesempatan.
Ada nasehat dari Richard Branson – CEO Virgnia Group sebuah konglomerasi internasional yang berpusat di Inggris – bahwa adalah keliru apabila keputusan jangka panjang hanya didasarkan pada perhitungan untung atau rugi semata. Pengalaman juga mengajarkan bahwa dalam jangka panjang itu ada pertumbuhan, ada keyakinan dan rasa kemanusiaan yang saling bertaut seolah membalut lajur jalan kearah mana kita hendak menuju.
Untuk sebuah tujuan usaha, tentu dinilai tidak bijaksananya manakala kita mengabaikan skala-skala pertumbuhan ekonomi masyarakat. Demikian juga tidak masuk akal rasanya apabila kita tidak meyadari kelemahan kita sebagai manusia dan apa jadinya meski demi tujuan bisnis atau entah demi apapun juga kita tega menjual keyakinan.
Jakarta, 13 November 2007
Thursday, March 13, 2008
THE CIPULARANG IMPACS
Posted by Jafek-online at 11:13 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comments:
Post a Comment