Segenap Redaksi Jafek Mengundang teman-teman alumi FE UNS untuk menjadi kontributor Jafek online, dengan cara mengirimkan alamat email ke jafekuns@gmail.com, atau mengisikannya ;ewat kolom comment di blog ini....Salam Sukses

Sunday, January 27, 2008

Liberalisasi UU Penanaman Modal

Liberalisasi UU Penanaman Modal
Oleh Francisca Sestri / Angkatan 78
Jakarta 30 Nopember 2007

Belum siuman dari perdebatan panjang pada tanggal 28 Maret 2007 dengan Ketua Komisi Perdagangan dan Industri DPR-RI, tentang kontroversi akan di sahkannya RUU Penanaman Modal sangat liberal itu.(Tidak habis berfikir kenapa UU tersebut tetap dipaksakan untuk negara yang sedang terpuruk ini?). Pada tanggal 30 Maret 2007, ketika kami Aliansi (9 Asosiasi) sedang beraudiensi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Bapenas tentang perjuangan peraturan pasar ritel modern yang berkeadilan. Tiba-tiba telp. genggam berdering dan suara parau dari Senayan bergetar, Mbak, aku sendirian dan tidak berdaya menahan tekanan baik dari Pemerintah (Departemen Perdagangan) maupun Anggota DPR (Komisi VI dari semua fraksi). Maka RUU PM tersebut terpaksa disahkan rapat paripurna, yang nantinya menjadi UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.



Sebentar lagi saya meluncur ke sekretariat Aliansi memenuhi rapat konsultasi, sekaligus menjelaskan situasi paripurna tersebut. Demikian secuil pembicaraan oleh anggota DPR Hasto Kristianto dengan nada emosi.

~ Liberalisasi pasar yang dipaksakan.

Tujuan dari globalisasi adalah mulia, dimana tidak ada sekat-sekat yang membatasi , menghalangi sebuah Komunitas didunia ini untuk berinteraksi, bersaing baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, untuk tujuan manfaat dan kemakmuran bersama, melalui mekanisme pasar bebas. Hal ini sesuai tujuan pencetusnya yaitu Yoseph Stiglitz seorang ekonom Amerika dan mantan direktur Bank Dunia.
Sangat indah dan mempesona untuk didengarkan,. Pertanyaannya apakah sesederhana itu?
Mari kita cermati obrolan kami, melalui e-mail dengan Prof. Dr. Sofyan Effendi mantan Rektor Universitas Gajahmada beberapa hari yang lalu.
Saya menyodorkan statement mengenai UU PM tersebut kepada beliau, terutama pasal 12, tentang terbuka tertutup bagi penanam modal di Indonesia.
UU tersebut jelas mengamanatkan kepada Presiden untuk membuat peraturan pelaksanaan yang terkenal dengan Perpres atau dahulu lazim disebut Kepres.
Maka lahirlah Perpres No. 77 tahun 2007 Tentang DNI (Daftar Negatif Investasi) yang ternyata masih berbenturan dengan Rencana Perpres Pasar Modern yang baru kami perjuangkan dan hangat diperbincangkan.

Perpres No. 77/ Th 2007 tentang DNI antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:

1. Dasar penentuan sektor usaha mana yang tertutup dan terbuka terlihat kurang konsisiten dan nampaknya lebih dipengaruhi oleh lobi pelaku usaha (korporat global).
- Contoh : Jasa Perdagangan Pasar Ritel (infra struktur perekonomian), dinyatakan tertutup.

Kenyataan Hypermarket, Supermarket dapat dimiliki asing. Bahkan dibiarkan ritel besar tersebut menekan pemasok industri lokal dengan menerapkan trading terms atau syarat perdagangan dengan potongan sd 66 %, sedangkan di negaranya sendiri terancam gulung tikar karena perlindungan terhadap pasar tradisional negara setempat Contoh : Perancis dan lain-lain.
Ini lengkap sudah dengan pernyataan dirjen perdagangan dalam negeri bahwa DNI tidak berlaku bagi ritel asing yang sudah terbuka (Bisnis Indonesia 30 Nopember 2007), artinya pembatasan dalam DNI bahwa peritel asing dapat memiliki saham di bisnis ritel max hanya sd 49% adalah gugur untuk ritel/ toko eceran terbuka (go public) berdasarkan pernyataan tersebut. Seharusnya departemen Perdagangan justru mengawasi, kontrol terhadap UU PM melalui Perpres No. 77/ th 2007 ini, namun malah sebaliknya. Sedih rasanya!.

- Media cetak surat kabar dinyatakan tertutup, namun media elektronik seperti TV, terbuka bagi asing. Padahal jaringan TV lebih luas sampai ke pelosok daerah.
- Pelayaran rakyat yang secara bisnis tidak menguntungkan dinyatakan tertutup bagi asing. Tetapi pelayaran yang sangat strategis di nyatakan terbuka bagi asing. Apakah karena banyaknya agen pelayaran asing sehingga demikian?

2. Kriteria yang tidak konsisten tersebut, mengakibatkan Perpres No. 77 Tahun 2007 tersebut menjadi tidak memberikan manfaat optimal bagi pelaku bisnis domestik dan terkesan tunduk pada kekuatan korporat global.

Tidak adanya perlindungan pada industri dan pelaku usaha domistik di Indonesia sangat paradok dengan apa yang dilakukan oleh Jepang, India dan Amerika, mereka sangat terkenal melakukan proteksi terhadap pelaku usaha di negaranya, ini tidak salah.

Contoh: Sektor perbankan di Indonesia sudah terlalu didominasi kepemilkikannya oleh asing. Padahal sektor ini merupakan playmaker dalam pengaturan lalu lintas dana simpanan maupun pinjaman. Komitmen Indonesia terhadap WTO bahwa asing dapat memiliki hingga 49 %, pada praktiknya kepemilikan bank-bank oleh asing sudah jauh liberal.Jangan-jangan alasan DNI tidak berlaku untuk perusahaan asing yang membeli saham Bank yang sudah terbuka?

Itu semua baru menyentuh satu pasal tentang DNI, belum pasal yang lain mengenai liberalisasi kepemilikan atas HGB, asing dapat memiliki sd 95 tahun dengan cara diperpanjang dimuka. Menurut sumber di BPN, ini bertentangan dengan UU Agraria hanya sd 65 tahun. Juga tentang pasal ketenaga kerjaan akan merugikan negara yang padat penduduk, karena mempermudah persyaratan rekrutmen bagi tenaga kerja asing, dan lain-lain.
Komentar pak Sofyan Efendi adalah bahwa negara berkembang seperti halnya Indonesia sejatinya belum siap bersaing dengan para korporat global. Ibarat petinju Elias Pical sebagai ikon negara berkembang dan Mc. Tyson sebagai ikon negara maju. Ya tentu akan berdampak negatif karena tidak seimbang. Sehingga yang kuat akan menguasai yang lemah. Masih menurut beliau bahwa Stiglitz mengatakan bahwa globalisasi akan bermanfaat dan memberi kemakmuran bagi semua, apabila masing-masing negara telah memiliki kekuatan dan kemampuan yang sama.

Saya jadi teringat John Perkins mantan Econmics Hitman, menuliskan kisah dalam buku terbarunya “Pengakuan Bandit Ekonomi” , ia sangat mengkritik imperium korporatokrasi yang dimotori IMF, Bank Dunia dan CIA yang nyata-nyata telah memperdaya setiap negara yang memiliki kekayaan alam terutama tambang dan minyak seperti Indonesia, Ekuador, Irak dll, maka mereka tidak rela melepaskan cengkeramanya untuk kepuasaan para jakal (srigala) tersebut, sampai kapanpun. Dan bilamana perlu menggulingkan pemimpin negara yang membangkang dengan cara-cara yang tidak bermoral.


~ Masih ada harapan.

Berfungsinya KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) di bawah kepemimpinan Mohamad Iqbal, sebagai badan pengawas persaingan curang atau praktik kartelisasi dan monopoli. Keberanian KPPU akhir-akhir ini, memberikan angin segar bagi pelaku usaha domestik,dan lainnya serta konsumen yang saat ini menjadi korban ketidak adilan dari pelaku usaha raksasa.

Seperti halnya KPPU telah mendeda Rp. 1,5 milyar perusahaan ritel asing Carrefour atas kasus minus margin kepada pedagang pisang goreng.
Dan yang terakhir menjadi heboh KPPU memutus perkara mendenda Rp. 25 milyar kepadaTemasek perusahaan asing asal Singapore selaku pemilik Indosat dan Telkomsel, mengenai praktik monopoli sehingga merugikan pelanggan.
Melihat kejadian-kejadian tersebut kita masih mengetuk hati nurani para pemangku kepentingan untuk bekerja dengan kejujuran, tanpa menolak investor asing, tanpa anti globalisasi namun perlu bargaining power yang kuat agar tujuan globalisasi tadi dapat dirasakan oleh semua pihak secara berkeadilan.

Mungkin untuk membatalkan suatu UU yang liberal, tidak semudah membalik tangan, harus melalui Judicial Review atau Legislation Review dan melibatkan Mahkamah Konstitusi/ Lembaga tinggi negara lainnya. Namun bila ini terjadi maka mubazirlah semua tenaga, pikiran, waktu dan uang rakyat telah terkuras untuk sebuah Undang-undang, adalah kecelakaan sejarah. Bagi DPR dan Pemerintah akan turun citranya dan menjadi pelajaran berharga.
Semua kembali kepada pembawa negara ini, entah kapan mendapatkan pemimpin jujur, tegas dan desisif yang kata orang Jawa adalah “Satrio Piningit”, seperti Bung Karno, juga Evo Morales atau Kirchner pemimpin pemberani, tokoh-tokoh demokrasi sosialis dari negara Amerika Latin.

Semoga di Tahun 2008 ini kita diberi kekuatan untuk lebih wapada

0 Comments:

Post a Comment