“Risk Management Driven Competition” di Industri Perbankan Indonesia
Oleh: Wimboh Santoso, PhD1
I.Latar Belakang
Kondisi perbankan di Indonesia telah mengalami evolusi yang relative drastis pada waktu diterapkan liberalisasi perbankan yang dituangkan dalam Paket Oktober 1988 (PAKTO 88). Semangat dari PAKTO pada dasarnya untuk lebih memberikan kelonggaran kepada bank-bank dalam menjalankan operasinya dan mengurangi secara bertahap intervensi Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berupa stimulus dalam operasi perbankan. Dilain pihak, BI berkewajiban untuk mengeluarkan aturan prudential dalam rangka menjaga stabilitas perbankan agar kepentingan nasabah dapat terlindungi dan transmisi kebijakan moneter dapat berjalan dengan baik. Namun demikian aturan prudential yang ada belum secara simultan diberlakukan di Indonesia sampai dengan terjadinya krisis perbankan pada tahun 1997.
Peraturan prudential yang seharusnya mutlak dilakukan agar dapat mengurangi moral hazard di perbankan paska liberalisasi, antara lain berupa pengawasan konsolidasi dengan perusahaan group terkait, penerapan risk based supervision, penyesuaian peratuan CAR yang memasukan market risk. Dalam penerapan aturan prudential dimaksud memerlukan prasarat bagi bank antara lain telah diterapkannya risk menejemen agar pelaksanaannya aturan prudential dimaksud dapat lebih effektip dan meminimalisir dampak negatip atau distorsi terhadap industri perbankan.
Penerapan risk menejemen di Industri perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian dimasa mendatang dapat di identifikasi oleh menejemen bank sebelum transaksi atau pemberian kredit dilakukan, sehingga keputusan untuk melakukan suatu transaksi sudah benar-benar mempertimbankan potensi kerugian yang mungkin timbul dimasa mendatang serta rencana pengendalian dan mitigasi atas risiko yang ada. Namun demikian berbagai faktor baik internal maupun external dapat mempengaruhi besarnya risiko suatu bank, sehingga pengendalian atas risiko dimaksud akan bersifat dinamis sehingga sesuai dengan perubahan portoflio bank dan variable risikonya.
Disamping itu, terdapat agenda berbagai ketentuan yang diterapkan di perbankan international dengan mengacu kepada 25 Basle Core Principle (BCP) dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah mempunyai komitmen untuk meningkatkan pendekatan pengawasan dan pengaturan perbankan sesuai dengan pendekatan international best practice. Penerapan berbagai prinsip dalam BCP dimaksud juga memerlukan prasyarat diterapkannya risk menejemen di perbankan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut diatas maka BI merencanakan untuk menerapkan risk menejemen di perbankan Indonesia. Namun demikian penerapan risk menejemen dimaksud memerlukan keterlibatan top menejemen dan komisaris di bank mengingat tanggung jawab akhir dari operasional bank akan berada di tangan menejemen bank yang telah mendapatkan persetujuan oleh dewan komisaris.
Dalam peper ini akan dibahas secara ringkas berbagai aspek risk menejemen di perbankan serta rencana penerapannya di Indonesia serta peran risk management dalam meningkatkan competitive advantages. Namun demikian perlu kiranya dalam paper ini juga akan dibahas sejauhmana peran komisaris dan direksi dalam penerapan risk menejemen di perbankan Indonesia.
a.Risk Menejemen di Perbankan
Risiko merupakan potensi kerugian yang akan terjadi dimasa mendatang, dimana risiko dimaksud perlu dilakukan identifikasi, pengukuran pengendalian dan pemantauan oleh menejemen bank. Risiko disetiap bank tidak selalu sama dengan bank yang lain tergantung dari cakupan operasi bank masing-masing. Secara umum potensi kerugian dalam usaha perbankan dapat berasal dari:
b.Risiko kredit sebagai akibat terdapat potensi bahwa klaim terhadap nasabah debitur tidak terbayar sebagian atau sepenuhnya.
c.Risiko suku bunga dimana dapat terjadi apabila terdapat potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi suku bunga.
d.Risiko nilai tukar dimana dapat terjadi apabila terdapat potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi nilai tukar.
e.Risiko operational dimana dapat terjadi apabila terdapat potensi kerugian sebagai akibat system failure, human errors, dan kesalahan operational lainnya.
f.Risiko-risiko lain seperti legal, likuiditas, reputational, strategy, compliance dimana dapat menyebabkan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung.
Risiko-risiko dimaksud diperlukan pengendalian agar dapat diperkecil kemungkinan terjadinya serta dibatasi dampaknya terhadap kerugian bank. Risiko-risiko dimaksud pada dasarnya tidak dapat dihilangkan sama seklai, namun dapat diminimalisir dampaknya dengan menyediakan permodalan yang cukup untuk menyerap risiko dimaksud apabila benar-benar terjadi.
Dalam menerapkan menejemen risiko diperlukan beberapa prinsip pokok agar penerapannya dapat lebih effektip. Prinsip dimaksud antara lain meliputi:
a.Organisasi menejemen risiko yang terpisah dari fungsi business dan kontrol
b.Kejelasan dari tanggung jawab dan wewenang pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan pelaksanaan menejemen risiko termasuk Direksi dan Komisaris.
c.Di dukung dengan sumber daya manusia yang mempunyai ketrampilan dan pengetahuan menejemen risiko terutama di risk menejemen unit.
d.Terdapat kebijakan, prosedur dan penetapan limit yang jelas dalam proses menejemen risiko.
e.Diterapkannya pendekatan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta didukung oleh sistim informasi yang memadai.
Proses menejemen risiko dimulai dari penentuan kebijakan menejemen risiko oleh menejemen bank yang memuat risiko apa dan besarnya berapa yang dapat ditolerir oleh bank. Kebijakan menejemen risiko ini tentunya dikaitkan dengan besarnya permodalan yang tersedia serta kebutuhan modal mimimum yang harus di pelihara oleh bank dengan harapan bahwa kebijakan menejemen risiko dimaksud dapat memberikan rambu-rambu kepada unit kerja business agar tidak hanya berorientasi kepada keuntungan tatapi juga mempertimbangkan risiko yang dihadapi. Kebijakan menejemen risiko ini akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan business plan agar risiko-risiko yang ada dalam implementasi business plan dimaksud masih sesuai dengan kebijakan risk menejemen dan permodalan bank masih dapat menyerap potensial kerugian yang ada.
Menejemen di suatu bank dikatakan effektip apabila risiko bank rendah dengan trend yang menurun serta proses menejemen risiko diterapkan dengan konsisten. Efektivitas penerapannya dapat diukur dengan besarnya realisasi kerugian bila dibandingkan dengan yang diproyeksikan serta terjaganya kecukupan permodalan yang ada untuk menutup potensial keugian yang ada.
Transparansi kepada stakeholders juga merupakan salah satu prasyarat dalam penerapan menejemen risiko agar kinerjanya dapat dipertanggung jawabkan. Transparansi dimaksud berupa informasi kepada publik minimal satu tahun sekali yang berisi garis besar kebijakan menejemen risiko, serta mempublikasikan secara periodic (triwulanan) kinerja yang telah dicapai. Dengan transparansi dimaksud akan mendorong menejemen untuk melakukan pengendalian risiko secara lebih efektip serta stakeholder dapat mengetahui kondisi bank dengan merujuk kepada kinerja yang dipublikasikan.
III. Penerapan Risk Menejemen di Perbankan Indonesia
Restrukturisasi industri perbankan paska krisis diantaranya dilakukan dengan penyempurnaan pendekatan pengawasan dan pengaturan perbankan dengan mengacu kepada international standard atau 25 Basle Core Principles (BCP) for Effective Banking Supervision. Hal ini juga telah dituangkan dalam Letter of Intent dengan IMF. Rencana lebih rinci juga telah dituangkan dalam Master Plan Pengawasan Bank di BI sejak tahun 2000. Penerapan risk menejemen di perbankan Indonesia merupakan salah satu agenda dalam Master Plan sebagai prasyarat akan diterapkannya:
a.Perhitungan CAR untuk memasukan risiko-risiko lainnya selain risiko kredit,
b.Pendekatan pengawasan bank berdasarkan risiko,
c.Penyesuaiann CAMEL rating yang lebih berorientasi kepada risiko.
BI telah membentuk Task Forces dalam rangka penerapan berbagai agenda dalam peningkatan pengawasan dan pengaturan bank yang bertugas melakukan pengkajian dan membuat draft pedoman serta mendiskusikan dengan para praktisi perbankan untuk mendapatkan input sebelum menjadi final draft.
Khusus untuk risk menejemen, BI telah membuat pedoman minimal yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI). Berdasarkan PBI dan SE dimaksud, setiap bank diharuskan untuk membuat Pedoman Penerapan Risk Menejemen sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam penerapan risk menejemen di internal bank. Draft final dari isi pedoman minimal risk menejemen bagi bank-bank sudah diskusikan dan diseminarkan beberapa kali dengan praktisi, dengan demikian darft ini sudah mengakomodasi kepentingan para praktisi perbankan.
Berdasarkan PBI dan SE dimaksud maka bank-bank akan membuat Pedoman Penerapan Risk Menejemen sebagai acuan intern di masing-masing bank. Dalam pedoman dimaksud diharapkan akan konsisten dengan agenda master plan, penerapan berbagai agenda peraturan dan perubahan pendekatan pengawasan lainnya.
Penerapan menejemen risiko terdiri dari empat pilar yaitu:
1.Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi
2.Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit
3.Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian dan sistim informasi menejemen risiko
4.Sistem pengendalian intern
Namun demikian dalam paper ini hanya akan diulas khusus peran dewan komisaris sebagaimana dalam bahasan berikut ini.
IV. Peran Komisaris dan Direksi Dalam Penerapan Risk Menejemen di Perbankan Indonesia
Keikutsertaan Dewan Komisaris dan Direksi dalam proses penerapan risk menejemen di bank mutlak diperlukan mengingat Dewan Komisaris akan berfungsi melakukan pengawasan kinerja Direksi atas pelaksanaan mandat yang diberikan oleh pemegang saham. Dalam melaksanakan mandat dimaksud, Direksi diharuskan oleh BI untuk menerapkan risk menejemen agar risiko yang dihadapai dimasa mendatang di identifikasi, diukur, dipantau dan dikendalikan dengan baik. Dengan demikian salah satu peran Dewan Komisaris diantaranya melakukan persetujuan, monitoring dan memberikan arahan bila diperlukan atas rencana dan penerapan risk menejemen di perbankan.
Peran Dewan Komisaris dimaksud secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Dewan Komisaris diharuskan melakukan evaluasi atas kebijakan menejemen risiko bank sekurang-kurangnya 1 tahun sekali, namun demikian evaluasi dimaksud dapat dilakukan lebih dari satu tahun dalam kondisi bahwa terjadi permasalahan yang penting serta perlu mendapatkan arahan dari Dewan Komisaris.
2.Melakukan evaluasi atas pertanggung jawaban Direksi berkaitan dengan pelaksanaan menejemen risiko sekurang-kurangnya setiap triwulan.
3.Melakukan evaluasi dan memutuskan permohoan Direksi berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris terutama dalam aspek menejemen risiko.
Sedangkan Direksi akan perperan active dalam penerapan risk menejemen baik dalam penyusunan kebijakan, melakukan evaluasi pelaksanaan dan memberikan arahan strategy yang diperlukan terutama apabila terdapat kondisi-kondisi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Disamping itu Direksi juga diwajibkan untuk melaporkan kepada Dewan Komisaris rencana kebijakan menejemen risiko sekurang-kurangnya satu tahun sekali serta wajib melaporkan hasil penerapan menejemen risiko sekurang-kurangnya setiap triwulan.
Kewenangan dan tanggung jawab Dewan Direksi secara rinci dapat dikemukan sebagai berikut:
1.Menyusun kebijakan dan strategi menejemen risiko sekurang-kurangnya satu tahun sekali termasuk didalamnya limit portolio bank, per jenis risiko dan per aktivitas fungsional.
2.Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan menejemen risiko dan eksposure risiko bank secara keseluruhan maupun per jenis risiko dan menyampaikan hasil pelaksanaan menejemen risiko kepada Dewan Komisaris sekurang-kurangnya setiap triwulan.
3.Melakukan evaluasi dan memutuskan transaksi yang menjadi kewenangan Direksi.
4.Mengembangkan nilai-nilai menejemen risiko disetiap jenjang organisasi agar dapat terjadi synergy di setiap unsur dalam organisasi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan menejemen risiko.
5.Memastikan adanya peningkatan kompetensi sumberdaya manusia yang terkait dengan proses menejemen risiko.
6.Memastikan bahwa fungsi menejemen risiko telah beroperasi secara independen dari pengaruh kepentingan business unit serta terdapat fungsi monitoring oleh unit kerja pengendalian intern yang terpisah dari pelaksanaan fungsi menejemen risiko.
Tanggung jawab akhir pelaksanaan menejemen risiko berada di Direktur Utama dan setiap Direktur bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas dimasing-masing bidangnya termasuk didalamnya mematuhi limit risiko yang telah dialokasikan sesuai fungsinya (a.l. kredit, treasury, operasi, dll). Sedangkan Direktur kepatuhan bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan menejemen risiko ini sudah sejalan dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal fungsi menejemen risiko di pimpin oleh seorang Direktur, maka direktur dimaksud bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan menejemen risiko di bank sedangkan tanggung jawab akhir tetap ada di Direktur Utama. Dalam hal pimpinan unit menejemen risiko dipimpin oleh bukan seorang direktur, maka tanggung jawab penuh di pejabat dimaksud dan tanggung jawab akhir ada pada di Direktur Utama.
V. Peran Kantor Cabang dan Unit Kerja Lainnya.
Di bank terdapat beberapa fungsi yang dijalankan oleh unit kerja termasuk kantor cabang untuk mendapatkan pendapatan atau fee dalam berbagai aktivitas antara lain kantor cabang, unit treasury, dan jasa perbankan lainnya. Terdepat kecenderungan bahwa unit usaha ini lebih mengutamakan keuntungan atau fee dan kurang memperhatikan risiko yang mungkin timbul. Dengan penerapan menejemen risiko maka berbagai aktivitas usaha ini diterapkan batas eksposure risiko yang dapat diterima oleh menejemen bank.
Dengan demikian peran aktivitas usaha ini berkewajiban untuk mematuhi semua prosedur yang telah ditetapkan dalam rangka penerapan menejemen risiko di bank, terutama mematuhi prosedure transaksi dan limit risiko yang telah ditetapkan oleh menejemen. Dalam kondisi tertentu, pelanggaran prosedur dan limit dapat saja dilakukan namun ada proses persetujuan dari pimpinan atau direksi.
Kantor cabang/aktivitas usaha lainnya wajib melaporkan posisi keuangannya dan/atau risiko yang telah diterapkan kepada unit menejemen risiko sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, agar dapat dimonitor keseluruhan risiko dari bank dimaksud. Para pejabat dan seluruh jajaran di kantor cabang perlu memahami menejemen risiko secara umum serta kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh kantor pusatnya. Pimpinan kantor cabang berkewajiban untuk meningkatkan risk culture di seluruh pajabat dan pegawai di kantor cabang yang bersangkutan.
Risk menejemen staf dapat ditempatkan di kantor cabang/unit kerja tertentu apabila dirasa kantor/unit kerja dimaksud mempunyai peranan penting dalam memberikan sumbangan terhadap kelangsungan usaha bank serta sistim informasi yang ada kurang dapat membantu secara efektip untuk monitoring pelaksanaan menejemen risiko di kantor cabang/aktivitas usaha tertentu, maka usaha dimaksud.
VI.Risk management sebagai competitive advantages
Meningkatkan shareholder value merupakan sasaran terkahir dari diterapkannya risk management. Hal ini hanya dapat dicapai apabila bank dapat menjalankan proses operasinya mendasarkan kepada prinsip-prinsip risk management baik mulai dari design kebijakan, keterlibatan secara aktif senor management dalam kegiatan risk management, identifikasi dan pengukuran serta pelaporan yang baik, dan terakhir kali yang harus ada berkaitan dengan internal control. Selama proses tersebut dilaksanakan maka potensi kerugian yang dihasilkan berkaitan dengan kredit risk, market risk, operasional risk maupun risiko lainnya dapat di kendalikan dengan baik dan biaya-biaya yang lebih effisien. Pada akhirnya setelah semua komponen dalam risk management telah berjalan dan menjadi culture dalam suatu perusahaan, maka secara otomatis shareholders value akan meningkat melalui laba yang lebih besar.
Dalam kaitannya dengan kompetisi, dengan proses risk management maka akan dapat secara cermat memberikan hasil analisis pricing yang lebih akurat berkaitan dengan berbagai komponen yang berkaitan dengan risk premium suatu produk. Banyak sekali pengalaman bahwa ketidka jelasan analisis terhadap conterpary, maka risk premium berkaitan dengan probability default counterpary akan digeneralisir dengan pendekatan yang conservative sehingga risk premium menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya. Risk management tools akan dapat memberikan gambaran risk premium counterparty yang benar sehingga dimungkin akan dapat memberikan pricing yang lebih murah. Dengan demikian dapat memberikan competitive advantages dalam price competition.
Dengan risk management bank juga dapat melakukan defrensiasi produknya meningat banyak sekali produk yang belum ditawarkan oleh perbankan hanya semata-mata ketidak pahaman bagaimana untuk melakukan risk dan price valuation. Dengan risk management diharapkan dapat melakukan differensiasi produk dalam competisinya atau sering disebut Product competition.
Disamping itu dengan risk management diharapkan bank akan dapat lebih transparent dengan public sehingaa dapat menaikan image bank tersebut. Hal ini dengan pertimbangan bahwa produk perbankan sangat berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat yang dapat dilakukan dengan memerlihara image yang baik. Dengan risk management maka transparansi berkaitan dengan potensi kerugian dimasa yang akan datang dapat diproyeksikan dan dipublikasikan agar masyarakat mengetahui sejauh mana kondisi bank kedepan mengingat uang masyarakat ditanamkan di bank untuk dalam waktu yang panjang sehingga public ingin meyakinkan bahwa dana mereka aman bukan hanya sekarang namun juga dimasa mendatang. Hanya dengan risk management maka bank dapat memproyeksikan potensi kerugian dan kondisi keuangan dimasa mendatang. Kompetisi ini akan meningkat image yang lebih baik dibandingkan dengan bank yang tidak bisa mentransparansikan kondisi keuangannya kedepan (Image Competition)
VII.Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan beberapa poin sebagai berikut:
1.Penerapan menejemen risiko di perbankan akan bermanfaat baik bagi pemilik, pengurus dan pegawai bank, masyarakat yang berhubungan dengan bank dan BI sebagai lembaga yang berwenang mengawasi bank.
2.Penerapan menejemen risiko juga merupakan upaya untuk mempersiapkan industri perbankan Indonesia dalam persaingan baik dalam industri domestic maupun international terutama dalam antisipasi penerapan pengelolaan bank yang sepadan dengan praktek di dunia international agar perbankan Indonesia dapat juga diterima di perbankan international dalam melakukan usahanya.
3.Komisaris dan Direksi mempunyai peran dan tanggung jawab yang penting untuk mendukung penerapan menejemen risiko di bank terutama dalam menyusun kebijakan dan monitoring pelaksanaannya.
4.Penerapan menejemen risiko akan kurang effective tanpa dukungan dari seluruh lapisan pejabat dan pegawai.
0 Comments:
Post a Comment