Sakitnya Mantan Presiden Soeharto mendapat perhatian yang sangat luar biasa dari masyarakat, Jika dihitung berapa total jam yang dihabiskan untuk menontong tayangan media 100 juta pasang mata X Jumlah jam tayang perhari X 15 Hari (Menjadi Headline Televisi, Surat Kabar selama 2 pekan ini, entah sampai kapan), suatu pertunjukan yang luarbiasa dan dapat menyedot para pengiklan (jika dimanfaatkan untuk itu), saya kira mendapat rating tertinggi selama 2 pekan ini.
Terlepas dari peluang dan peran media, jika diamati dari sisi profesi dokter dan sisi kemanusiaan. Campur tangan dokter terasa mengganggu dan mengusik "indahnya" proses
kematian seseorang. Cara mati mestinya terasa sakral dan suasana keheningan dan "Indah". saya teringat Eyang saya, ketika sakit (karena lanjut usia), disarekan di gandok (Ruang tengah), dikellingi orang-oarang yang dicintainya, hening dan syahdu dengan melafalkan ayat-ayat suci, tiba-tiba eyang tersadar sepenuhnya tersenyum seolah sehat kembali, memanggil anak-anaknya untuk mendekatm memberikan beerapa pesan dan wasiat, jangan tinggalkan sholat, selalu berbuat baik dst, kemudian menghadap kehadhiratNya dengan tersenyum.."Indah". Mestinya mantan Presiden Soeharto meninggal dengan cara seperti itu.
Tetapi fakta yang terlihat, menjelang menghadap kehadiratNya kembali, suasana gegap gembita, dengan begitu banyak dokter disekelilingnya, yang mengambil tindakan darurat dengan memasukkan berbagai peralatan ke tubuh pasien. "Tindakan darurat semestinya hanya dilakukan untuk orang-orang yang mengalami accident/kecelakaan", lha orang tua itu memang fungsi organ tubuhnya sudah menurun secara alamiah". Untuk apa diambil tindakan menghambat proses kematian?
Mbak Tutut, Bambang, Tommy, sudahlah bapak dibawa pulang saja...suasanakan dalam kondisi yang tenang dan alamiah...
Semoga Khusnul Khotimah,..Amin.
Monday, January 14, 2008
P. Harto, Dokter dan Media
Posted by Jafek-online at 8:07 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comments:
Post a Comment