Koran Republika » Berita Utama
Rabu, 08 Agustus 2007
Petuah Bersahaja Muhammad Yunus
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kedatangan tamu istimewa. Pendiri sekaligus Managing Director Grameen Bank, Bangladesh, Muhammad Yunus, kemarin siang datang ke Istana Negara, Jakarta. Tak sekadar datang, penerima Nobel Perdamaian itu juga memberikan kuliah umum di hadapan Presiden SBY, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu.
Mengenakan pakaian adat negaranya berwarna biru, pria yang senantiasa berpenampilan sederhana itu, selama sekitar 40 menit, memaparkan pengalamannya mengembangkan Grameen Bank. Dengan nada bicaranya yang tenang, mantan dosen di sebuah perguruan tinggi di Bangladesh itu secara runtut menyajikan makalah tidak tertulisnya yang diberi judul We Can Put Poverty into Museums.
Selama enam hari, Yunus direncanakan akan berada di Indonesia untuk mengikuti sejumlah acara. Ia datang ke Indonesia atas undangan langsung Presiden SBY yang dilayangkan sejak Februari 2007. Selain di Jakarta, pria yang mengawali usaha bank dengan meminjamkan uang pribadinya sebesar 27 dolar AS ini, akan menggelar sejumlah kuliah lainnya di Universitas Padjadjaran, Bandung, dan Sampoerna School of Business Management. Bertemu Menteri Pertanian dan direksi Bank Mandiri juga direncanakan dalam agendanya.
Dalam paparannya di hadapan para petinggi pemerintah, Yunus mengingatkan pentingnya peranan bank untuk mengentaskan rakyat miskin. Belajar dari pengalamannya, diperlukan langkah berani untuk memihak kepada kalangan rakyat miskin. Ia sendiri tergugah untuk mendirikan Grameen Bank yang dikenal sebagai bank bagi rakyat miskin di pedesaan setelah mengetahui bank konvensional tak mau membantu rakyat miskin. ''Bank tidak bisa memberikan pinjaman kepada rakyat miskin karena (mereka) tidak mungkin mengembalikan uangnya,'' ujar dia di bagian awal kuliahnya.
Menurut Yunus, bank konvensional hanya terpaku pada prinsip-prinsip standar. Bank hanya mau memberi pinjaman berdasarkan kekayaan yang dimiliki nasabahnya. Sementara, rakyat miskin tidak memiliki apa pun yang bisa dijaminkan di bank. Karena itulah, ia berani mendirikan Grameen Bank dengan prinsip-prinsip yang bertolak belakang dengan bank konvensional. Kalau bank konvensional membidik nasabah laki-laki, maka dia menarget nasabah wanita.
Selain itu, bila bank konvensional hanya memfokuskan usahanya bagi nasabah di perkotaan, Yunus justru mengarah ke pedesaan. Jika bank mensyaratkan jaminan kepada nasabah, ia sama sekali tak memerlukannya. Bank yang dipimpinnya juga tidak membutuhkan kertas-kertas kontrak pemberian pinjaman. ''Bank konvensional hanya mendasarkan pinjamannya pada orang-orang kaya, sedangkan Grameen Bank pada rakyat miskin di pedesaan,'' tutur dia.
Yunus juga mengkritik bank konvensional yang hanya mau mengumpulkan uang dari pedesaan tanpa mau menyalurkan kembali. Melalui kantor cabangnya, bank mengumpulkan uang nasabah di pedesaan untuk dikumpulkan di kota-kota besar sehingga hanya orang di perkotaan yang menikmatinya. Praktik tersebut jelas berbeda dengan Grameen Bank yang mengumpulkan uang nasabah di pedesaan untuk kepentingan kegiatan ekonomi di pedesaan juga. Uang yang dimobilisasi Grameen Bank selalu disalurkan untuk penduduk miskin, terutama wanita, di pedesaan setempat.
Yang membuat Grameen Bank menjadi lebih berbeda, menurut Yunus, adalah kesediaannya memberi pelayanan kepada kalangan pengemis. Diakuinya, sebagian orang dari jutaan nasabahnya berasal dari kalangan yang kurang beruntung ini. Baginya, pengemis juga merupakan bagian dari wirausaha (entrepreuner) mikro yang perlu dibantu agar sanggup keluar dari belenggu kemiskinan. Sebuah langkah yang sangat sulit dilakukan oleh bank konvensional di manapun.
Yunus menganggap bahwa pengemis juga merupakan seorang wirausaha yang perlu dibantu. Persepsi seperti ini sangatlah berbeda dengan pandangan yang umumnya berkembang di Indonesia. Pengemis dianggap sebagai kalangan yang tidak masuk kategori sebagai nasabah bank. Para anggota kabinet yang datang dengan mengenakan pakaian resmi berupa jas lengkap dengan dasinya, tampak antusias mendengarkan kuliah yang diberikan Yunus. Para menteri itu serius mendengarkan paparan pria yang namanya sudah mendunia itu. Bahkan, ada di antara para pejabat negara itu yang mencatat isi kuliah di notesnya.
Namun, sayangnya saat sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie itu berlangsung, acara kuliah umum tersebut menjadi tertutup bagi wartawan. Presiden SBY dalam sambutannya yang dibacakan sebelum kuliah Yunus, mengakui akses pendanaan masih menjadi kendala bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia. Karena itu, pemerintah terus berkomitmen membantu UMKM baik dari aspek akses pendanaan, maupun memperluas akses pasarnya. ''Masih banyak UMKM yang belum mendapatkan akses modal. Padahal, akses ini sangat penting untuk mengurangi kemiskinan,'' ungkap SBY.
Menurut pria kelahiran Pacitan ini, Indonesia sebenarnya sudah tidak asing lagi dengan kredit bagi UMKM. Di negeri ini sudah dikenal peranan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang sejak berdiri selalu fokus menyalurkan kreditnya bagi UMKM. Hanya, karena jumlahnya yang mencapai jutaan, diakuinya masih banyak UMKM yang belum mendapatkan akses ke perbankan. djo
Wednesday, August 8, 2007
Muhamad Yunus
Posted by Jafek-online at 6:34 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comments:
Post a Comment